Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Sumber-sumber ajaran Islam
Di
susun oleh :
Agus
Susanto
NIM
: 125121003
Iis Siti Rohmah
NIM : 125121017
Sally Andriani
NIM : 125121030
Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga Kotak Pos 1234
Bandung 40012
Telepon (022) 2013789
Fax. (022) 2013889
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Sumber
Ajaran Agama Islam”. Agar mengetahui kekurangan maupun kelebihan mahasiswa
dalam menjabarkan isi makalah sesuai dengan pengetahuan kami serta bagaimana
cara pembuatan makalah tentunya. Dan juga sebagai penunjang untuk penilaian
dari Bapak Dosen yang mengajarkan Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam.
Sebagai
agama yang terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas
dibandingkan dengan agama-agama yang sebelumnya. Melalui berbagai literatur
yang berpendapat tentang Islam dapat diuraikan mengenai pengertian agama Islam,
sumber hukum Islam dan ajarannya serta cara untuk memahaminya. Dalam upaya
memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam perlu dikaji
secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif.
Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman keIslaman seseorang akan
mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan keIslaman yang bersangkutan. Untuk
itu uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam.
Selain
itu dalam makalah kali ini yang berjudul “SUMBER AJARAN ISLAM” akan di
paparkan mengenai pengertian agama Islam itu sendiri dan juga sumber-sumber
hukum Islam, dan ini tentunya hanya mengulang untuk mengingat kembali pelajaran
yang telah lewat karena makalah yang akan kami bahas kali ini sudah sering kita
pelajari dan ini hanya mengingatkan kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AGAMA ISLAM
Ada
dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu
sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Dari
segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima
yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian.
Senada
dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa
Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata
itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat
sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Kataaslama
itulah yang menjadi kata Islam yang mengandung arti segala arti yang terkandung
dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu, orang yang berserah diri, patuh, dan taat
disebut sebagai orang Muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan
dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. Orang tersebut
selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akhirat.[1]
Dari
pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama yang berarti
menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian Islam
demikian itu, menurut Maulana Muhammad Ali dapat dihami dari firman Allah yang
terdapat pada ayat 202 surat AI-Baqarah yang artinya, Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu
turuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu. [2]
Dari
uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam dari segi
kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan herserah diri kepada Tuhan
dalam upaya mencari keselamatan dan kebaliagiaan hidup, baik di dunia maupun
di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kcsadaran dan kemauan diri sendiri,
bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah
dirinya sebagai makhluk yang sejak clalam kandungan sudah menyatakan patuh dan
tunduk kepada Tuhan.
Dengan
demikian, perkataan Islam sudah menggambarkan kodrat manusia sebagai makhluk
yang tunduk dan patuh kepada "I'uhan”. Keadaan ini membawa pada timbulnya
pemahaman terhadap orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud dari
penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri. Demikianlah pengertian Islam dari
segi kebahasaan sepanjang yang dapat kita pahami dari berbagai sumber yang
dikemukakan para ahli.
Adapun
pengertian Islam dari segi istilah akan kita dapati rumusan yang berbeda-beda.
Harun Nasution misalnya mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai
agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat
manusia melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa
ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenai berbagai
segi dari kehidupan manusia.[3]
Sementara
itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan
dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat
manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam
bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh nabi Allah, sebagaimana tersebut
pada beberapa ayat kitab suci Al-quran, melainkan pula pada segala sesuatu yang
secara tak sadar tunduk sepenuhnya kepada undang-undang Allah, yang kita
saksikan pada alam semesta.[4]
Berdasarkan
pada keterangan tersebut, maka kata Islam menurut istilah adalah mengacu kepada
agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah Swt. bukan berasal dari
manusia, dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad Saw. Posisi Nabi dalam agama
Islam diakui sebagai yang ditugasi oleh Allah untuk menyebarkan ajaran Islam
tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi
terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan contoh praktiknya.
Namun keterlibatan ini masih dalam batas-batas yang dibolehkan Tuhan.
Dengan
demikian, secara istilah Islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari
Allah Swt. Nama Islam demikian itu memiliki perbedaan yang luar biasa dengan
nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau
dari golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang
diberikan oleh Tuhan sendiri.
Sebagaimana firman Allah ;
Artinya
:
“Sesungguhnya
agama yang di ridhoi Allah di sisinya adalah agama Islam” (QS. Ali Imron :
19)
Demikian
dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Alquran yang diturunkan oleh Allah Swt.
Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama sepanjang
sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh
Allah Swt. pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah agama
bagi Adam as, Nabi Ibrahim, Nabi Ya'kub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman,
dan Nabi Isa as. Hal demikian dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di
dalam Alquran yang menegaskan bahwa para nabi tersebut termasuk orang yang
berserah diri kepada Allah.
B. SUMBER –SUMBER
AJARAN ISLAM
Di
kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah
Alquran dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk
memahami Alquran dan Al-Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu
sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah Swt. yang penjabarannya dilakukan
oleh Nabi Muhammad Saw. Di dalam Al-qur’an surat An-Nisa ayat 156 kita
dianjurkan agar menaati Allah dan Rasul-Nya serta Ulil Amri (pemimpin).
Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya ini mengandung konsekuensi ketaatan kepada
ketentuan-Nya yang terdapat di dalam Alquran, dan ketentuan Nabi Muhammad Saw.
yang terdapat dalam hadisnya. Selanjutnya ketaatan kepada Ulil amri atau
pemimpin sifatnya kondisional, atau tidak mutlak, karena betapapun hebatnya
Ulil Amri itu, ia tetap manusia yang memiliki kekurangan dan tidak dapat
dikultuskan. Atas dasar inilah mentaati ulil Amri bersifat kondisional. Jika
produk dari ulil Amri tersebut sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya maka
wajib diikuti, sedangkan jika produk dari Ulil Amri tersebut bertentangan
dengan kehendak Tuhan, maka tidak wajib menaatinya. Penjelasan mengenai sumber
ajaran Islam tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Alquran
Di
kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian
Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafi'i misalnya mengatakan
bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis
dengan memakai hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah
(firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu AI-Farra
berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata
qaranih yang berarti kaitan, karena dilihat dari segi makna dan
kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan.
Selanjutnya, Al-Asy'ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal Alquran
diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan sesuatu atas yang
lain, karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling
bergabung dan berkaitan.[5]
Pengertian-pengertian
kebahasaan yang berkaitan dengan Alquran tcrsebut sungguhpun berbeda, tetapi
masih dapat ditampung oleh sifat dan karakteristik Alquran itu sendiri, yang
antara lain ayat-ayatnya saling berkaitan satu dan lainnya.
Adapun
pengertian Alquran dari segi istilah dapat dikemukakan berbagai pendapat
berikut ini.
Pendapat
para ulama pada umumnya yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
Pengertian demikian senada dengan yang diberikan Al-Zarqani. Menurutnya Alquran
adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. mulai dari awal surat
Al-Fatihah, sampai dengan akhir surat Al-Nas.[6]
Pengertian
Alquran secara lebih lengkap dikemukakan oleh Abd. Al-Wahhab AI-Khallaf.
Menurutnya, Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah,
Muhammad bin Abdullah, melalui Jibril dengan menggunakan lafal bahasa Arab dan
maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi rasul, bahwa ia benar-benar
Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka,
dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah
dengan membacanya, ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan
diakhir dengan surat Al-Nas, disampaikan secara mutawatir dari generasi ke
generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
Dari
beberapa kutipan yang di kemukakan para ulama tersebut kita dapat meyimpulkan
bahwa Alquran adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah, turunnya
secara bertahap melalui malaikat Jibril, pembawanya Nabi Muhammad Saw.,
susunannya dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Al-Nas, bagi
yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau
bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad Saw., keberadaannya hingga kini
masih tetap terpelihara dengan baik.
Berkenaan
dengan definisi tersebut, maka berkembanglah studi tentang Alquran baik dari
segi kandungan ajarannya yang menghasilkan kitab-kitab tafsir yang disusun
dengan menggunakan berbagai pendekatan, maupun dari segi metode dan coraknya
yang sangat bervariasi sebagaimana yang kita jumpai saat ini. Sehubungan dengan
itu terdapat pula para ulama yang secara khusus mengkaji metode menafsirkan
Alquran yang pernah digunakan para ulama, mulai dari metode tahlili
(analisis ayat per ayat) sampai dengan metode maudu'i atau tematik.
Selain
itu ada pula yang meneliti Alquran dari segi latar belakang sejarah dan sosial
mengenai turunnya yang selanjutnya menimbulkan apa yang disebut Ilmu Asbab
al-Nuzul. Dalam pada itu ada pula yang mengkhususkan diri mengkaji petunjuk
cara membaca Al-quran yang selanjutnya menimbulkan ilmu qira'at termasuk pula
Ilmu Tajwid. Dan ada pula ulama yang mengkaji Al-quran dari segi sejarah
penulisannya, nama-namanya, dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan para
ulama dengan maksud agar ummat Islam dapat mengenal secara menyeluruh berbagai
aspek yang berkenaan dengan Alquran.
Selanjutnya
Alquran juga mempunyai fungsi, diantaranya adalah :
· Al- Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi
kehidupan manusia disamping sunnah Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi
petunjuk bagi kehidupan manusia.
· Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan Ramadhan
adalah bulan yang diturunkannya al-qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelas mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yan
batil)..(QS. Al-Baqarah : 185).
· Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada….(QS. Yunus : 57).
· Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini
adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi yang
bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).[7]
a. Isi Kandungan Al-Quran
Pokok-pokok isi
Al-Quran dapat dikelompokan atas lima macam, sebagaimana dikemukakan oleh
Muhammad Rasyid Ridha:
“Al-Quran diturunkan hanya membawa lima perkara saja” (Abdul Aziz,
1988:17).
Isi Al-Quran yang lima maccam itu adalah:
1. Tentang
Aqidah Tauhid : Tauhid sebagai satu hak Allah SWT. Dari sejumlah hak-Nya telah
diajarkan kepada manusia sejak Nabi Adam as hingga Nabi-nabi sesudahnya.
2. Tentang
Wa’du dan Wa’id (janji dan ancaman).
3. Tentang
ibadat; ibadah bagi manusia disamping menjadi tujuan hidupnya, juga berfungsi
sebagai bukti nyata syukurnya kepada Allah SWT. Atas segala nikmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan.
4. Tentang
cara dan jalan mencapai kebahagiaan; Al-Quran mengandung hukum-hukum yang
mengatur tata cara pergaulan hidup bermasyarakat untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
5. Tentang
sejara umat masa lalu; dalam Al-Quran terdapat kisah-kisah para Nabi dan Rasul
dan orang-orang shalih lainnya agar kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.
b. Kedudukan Al-Quran
sebagai sumber
Tasyri’(hukum) Islam, Al-Quran
berkedudukan sebagai sumber hukum yang pertama dan utama, tidak ada satu jenis
hukumpun yang tidak terdapat dasar-dasarnya dalm Al-Quran. Sebagaimana firman
Allah SWT.:
“tidaklah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab. Kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.” QS. Al An’am, 6:38
Kedudukan Al-Quran
itu sebagai sumber pertama dan utama bagi sumber hukum Islam sehingga seluruh
ketetapan hukum supaya berpegang kepada Al-Quran dalam pembuatannya, baik
secara tersurat maupun tersirat. Sebagaimana isyarat Allah SWT. Dalam Al-Quran:
“maka berpegang teguhlah kamu kepada apa (agama) yang telah
diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.” QS.
Az-Zukhruf, 43:43.
c. Kodifikasi Al Quran
Al Quran diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Ayat-ayat yang
diturunkan di Mekkah disebut ayat-ayat Makiyyah, sedangkan ayat-ayat
yang diturunkan di Madinah disebut ayat-ayat Madaniyah.
Ayat-ayat yang
diturunkan tersebut dihapal oleh Rasul, lalu dihapalkan oleh sahabat-sahabat
rasul dan diajarkan kepada orang lainnya.
2. Al-Sunnah
Kedudukan
Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan
ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada kesepakatan para sahabat.
Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis,
baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut
bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut
ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan
dengan makna hadis Nabi yang artinya: "Barangsiapa yang membuat sunnah
(kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala
bagi orang yang mengerjakannya; dan barang siapa yang membuat sunnah yang
buruk, maka dosa bagiyang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang
yang mengerjakannya.
Selain
kata Al-Sunnah yang pengertiannya sebagaimana disebutkan di nas, kita juga
menjumpai kata Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar. Oleh sebagian alama kata-kata
tersebut disamakan artinya dengan Al-Sunnah, dan oleh ;ebagian u lama lain nya
kata-kata tersebut dibedakan artinya. Menurut sebagian alama yang disebut
belakangan ini Al-Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang dibiasakan oleh Nabi
Muhammad Saw., sehingga sesuatu itu lebih banyak dikerjakan oleh Nabi Muhammad
Saw. daripada ditinggalkan. Sementara itu hadis adalah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad Saw. baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan namun
jarang dikerjakan oleh Nabi. Selanjutnya khabar adalah ucapan, perbuatan dan
ketetapan yang berasal dari sahabat; dan atsar adalah ucapan, perbuatan dan
ketetapan yang berasal dari para tabi'in.
Sementara
itu Jumhur Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Sunnah,
Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan
maupun ketetapan. Pengertian ini didasarkan kepada pandangan mereka terhadap
nabi sebagai suri teladan yang baik bagi manusia. Sementara itu ulama Ushul
mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad
dalam bentuk ucapan, perbuatan, dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan
hukum. Pengertian ini didasarkan pada pandangan mereka yang menempatkan Nabi
Muhammad Saw. sebagai pembuat hukum. Sementara itu, ulama fiqih mengartikan
Al-Sunnah sebagai salah satu dari bentuk hukum syara’ yang apabila dikerjakan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
Dari
informasi singkat tersebut kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa perhatian
para ulama untuk melakukan studi hadis sudah demikian luas, walaupun terkesan
bersifat teknis dan kurang mencoba menjelaskan hubungan hadis dengan berbagai
persoalan yang dihadapi umat. Namun demikian, uraian tersebut secara garis
besar telah membuka jalan bagi para peneliti berikutnya yang akan melakukan
penelitian terhadap hadis.
Sebagai
sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang
diantaranya adalah :
- Untuk memperkuat Al-qur’an
- Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir)
Dalam
kaitan ini, hadist berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang
bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat
umum, sebagai pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak dan sebagai
pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di jumpai dalam Al-qur’an.[8]
Macam-macam Al Hadist
1.
Ucapan
Al Hadist
Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bidang seperti,
hukum, akhlak, dll.
Contohnya :
“Bahwasanya amal-amal
perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang
ia niatkan dan seterusnya” HR. Bukhari dan Muslim
2. Perbuatan
Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi
Muhammad SAW yang mrupakan penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas
pelaksanaannya. Cara bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam sembahyang
sunat.
3. Penetapan
dan Pembiaran
Arti Taqriri ialah
menetapkan, mendiamkan, yakni tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa
yang telah dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi Muhammad.
Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang dilakukan
dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid Bin Walid yang
menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad menyaksikan dan tidak menyanggahnya
tetapi beliau enggan memakannya karena jijik.
4. Sifat,
keadaan, dan Himmah Rasulullah
a. Sifat
dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al Hadist
“Rasulullah SAW itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan
bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek” HR.
Bukhari dan Muslim
b. Silsilah,
Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan oleh para sahabat
dan ahli tarikh
c. Himmah
(hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan. Misalnya hasrat
beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.
3. Hubungan antara Al-Quran dan As-Sunnah
ü As-Sunnah menguatkan hukum
yang ditetapkan Al-Quran.
As-Sunnah memperkokoh hukum yang
dintakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran menetapkan hukum puasa dalam
firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183)
Ayat al-quran tersebut
dikuatkan oleh As Sunnah yakni :
“ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat,
membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke Baitullah” HR
Bukhari Muslim
ü As-Sunnah
memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang bersifat global.
Misalnya Al-Quran
menyatakan perintah shalat dalam firman-Nya :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan
bayarkanlah zakat …” (QS. Al-Baqarah ayat 110)
shalat dalam ayat diatas masih
bersifat umum. As-Sunnah merincinya secara operasional misalnya shalat mana
saja yang hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
ü As-Sunnah
memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.
Misalnya Al-Quran
mengharamkan memakan bangkai dan darah dalam firman-Nya :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang
disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib
dengan anak panah, karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3)
ü As-Sunnah menetapkan hukum
yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal
yang tidak ditetapkan hukumnya secara pasti oleh Al-Quran. Dalam hal
iniAs-Sunnah berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran,
seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari
binatang dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim)
4. Ijtihad
- Pengertian Ijtihad
Dari segi bahasa, Ijtihad berarti sungguh-sungguh. Menurut istilah Ulama
Fiqih, Ijtihad ialah mengerahkan segenap kemampuan berpikir untuk mencari dan
menetapkan hukum-hukum syara, dari dalil-dalilnya yang tafshili (terinci).
- Dasar Hukum Ijtihad
Ø Al-Quran
Ø Al-Hadits
Ø Atsar Shahabat
Ø Fatwa Imam Mujahidin
- Tujuan Ijtihad
Tujuan Ijtihad ialah untuk menggali dan
mengistimbatkan (menetapkan) berbagai macam hukum yang berkenaan dengan
kemaslahatan hidup mereka yang belum ada ketetapan hukumnya secara pasti dalam
Al-Quran dan As-Sunnah Nabi SAW.
- Macam-macam Metode Ijtihad
Dilihat dari pelaksanaanya ;
§ Ijtihad
Fardhi
§ Ijtihad
Jam’I (Ijma)
Dilihat dari segi materi ;
o
Ijma
o
Qiyas
o
Istihsan
o
Mashalihul Mursalah
5.
Fungsi
Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat
- Fungsi Ibadah
- Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
- Fungsi Jawazir
- Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah
kita menjabarkan mulai dari pengertian dari agama sampai dengan sumber-sumber
hukum agama Islam maka dapatlah kita simpulkan bahwa agama Islam yang merupakan
nama “Islam” itu sendiri alah Allah lah yang membuat nama agama tersebut sesuai
dengan firmannya yang terdapat dalam Surah Ali Imron : 19 dan Allah hanya
meridhoi agama Islam. Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita
simpulkan bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain
sebagainya itu berlandaskan Al-qur’an yang merupakan Firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir dan ditrunkan melalui malaikat
Jibril dan membacanya dinilai Ibadah, dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum yang
kedua yang mempunyai fungsi untuk memperjelas isi kandungan Al-qur’an dan lain
sebagainya.
B. Saran
Saran dari penulis adalah
marilah kita menjadikan Al-qur’an dan Al-hadist sebagai pedoman dalam kehidupan
sehari-hari kita yang merupakan sumber hukum agama Islam dan sekaligus pembawa
kita kedalam kehidupan yang bahagia baik itu di dunia dan akhirat kelak nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Nata,
Abuddin, M.A. Metodologi Studi Islam
Nasutin, Harun, Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya
Drs. Hakim, Abd, Atang.,
MA. Dr. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam